Rabu, 29 September 2010

Optimalisasi Beternak Lele


Dalam budidaya lele terdapat tiga factor yang mempengaruhi untung ruginya usaha. Faktor pertama adalah factor biaya, kedua adalah factor jumlah hasil panen dan ketiga adalah factor harga jual.

Untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal, maka biaya yang dikeluarkan harus minimal atau efisien.  Efisien jangan disalahartikan.  Kadang orang menterjemahkan efisien dengan penghematan, padahal belum tentu hemat sama dengan efiisen.  Dalam tulisan lain saya sering mengatakan bahwa untuk melakukan efisiensi saya sering menaikan biaya, bahkan dalam kondisi perusahaan rugi, saya pernah menaikan gaji karyawan dengan alas an efisiensi. 

Contoh lain adalah jika kita sedang membangun rumah, karena ingin efisien, maka pekerja bangunan tidak di beri rokok, maka yang terjadi adalah pekerjaan seharusnya 1 hari, dikerjakan dalam 2 hari, kalau jumlah pekerja bangunan 5 orang dengan jumlah upah perhari Rp. 200 ribu, sedangkan biaya rokok hanya Rp. 20 ribu. Artinya dengan penghematan Rp. 20 ribu menjadikan pemborosan Rp. 200 ribu.

Dalam melakukan efisiensi harus dilihat komponen biaya yang paling besar, sehingga  apabila efisiensi bisa dilakukan, maka pengaruhnya sangat besar.  Dalam ternak lele, biaya yang paling besar adalah biaya pakan, yaitu 67 persen dari total biaya operasional.  Biaya inilah yang harus diturunkan, kenapa? Kalau biaya pembelian waring bisa diturunkan sebesar 50 persen, maka secara total penurunan biaya hanya 0,98 persen, akan tetapi apabila biaya pakan turun 50 persen, maka penurunan total biaya sebesar 32 persen.  Ini yang dinamakan skala prioritas. Lalu sebesar apa pengaruh penurunan pakan sebesar 32 persen terhadap keuntungan? Nanti akan saya bahas dalam analisa.

Fenomena yang terjadi sekarang, peternak lele sangat tergantung kepada pakan ternak buatan pabrik. Peternak tidak memiliki bergainning position terhadap kebijakan harga pakan.  Dilematis itu yang sekarang terjadi pada petenak lele.  Pada saat harga pakan tinggi, peternak harus tetap membeli pakan. Karena jika tidak, sifat lele yang kanibal akan saling memakan satu sama lain.  Disamping itu perkembangan lele akan sangat terhambat, sudah jelas kerugian yang akan diderita.

Lalu bagaiman caranya untuk mengatasi hal tersebut.  Saya teringat pada almarhum ayah saya, semasa hidupnya beliau senang memelihara lele, pakan yang digunakan tidak pernan menggunakan buatan pabrik. Akan tetapi setiap pulang kerja balau mampir ke pasar untuk membeli tulang dan sisa-sisa potongan ikan asin.  Sampai dirumah dijemur, lalu ditimbuk, kemudian dicampur dengan dedak. Kemudian diberikan  pad lele.  Ternyata lele yang dihasilkan perkembangannya cukup baik tidak kalah dengan yang diberi pakan buatan pabrik.  Dan yang paling penting adalah rasa lele jauh lebih lezat dari pada umumnya.  Kalau dihitung sekarang, katakanlah harga pakan pabrik Rp. 4.800 per kg, harga pakan buatan sendiri paling tinggi Rp. 1.500 per kh. Artinya pnghematan sebesar Rp. 3.300 atau sama dengan 69 persen.  Alternatif lain adalah membuat tepung ikan dari sisa-sisa makan pada rumah makan atau restoran. 

Faktor kedua adalah jumlah hasil panen, jumlah hasil panen sangat mempengaruhi dalam pencapaian keuntungan. Saya tidak akan menerangkan lebih jauh tentang cara untuk mendapatkan hasil panen maksimal, karena bukan bidang saya.  Akan tetapi saya katakan bahwa hasil panen merupakan factor penting dalam pencapaian keuntungan beternak lele.

Faktor ketiga adalah harga jual, harga jual dapat dipengaruhi oleh berbagai hal. Diantaranya adalah mata rantai perdagangan, peningkatan nilai tambah, biaya transportasi, penghargaan terhadap produk, harga pesaing, jumlah panen yang dihasilkan, peningkatan permintaan dan lain-lain  Tapi yang jelas pengaruh harga jual sangat dominan dalam pencapaian keuntungan beternak lele.

Apabila kita bisa mengoptimalkan salah satu factor, atau dua dari tiga factor, apalagi ketiga-tiganya. Maka saya yakin keuntungan yang diperoleh sangat besar.  Kita jangan mau jadi orang rata-rata, kita jangan mau menyerah kepada keadaan, kita jangan menyalahkan penyebab kesalahan, akan tetapi kita harus bisa mencari solusi kesalahan.

Terakhir saya akan memberikan analisa sebagai berikut :



Perhitungan Sebelum Efisensi dan Optimalisasi
No
 Uraian
 Kuantitas
 Harga
 Jumlah
 Total
 Ket.







 I
 Penjualan
        700
   9,000
 6,300,000
 6,300,000








 II
 Biaya Operasioan





    1
 Benih 
    10,000
     150
 1,500,000


    2
 Pakan Apung
        300
   4,800
 1,440,000


    3
 Pakan tenggelam
        500
   3,750
 1,875,000
 4,815,000








 III
 Biaya Investasi per






 Periode



    400,000


 Total Biaya 



 5,215,000

 IV
 Keuntungan Bersih



 1,085,000








 Perhitungan Setelah Efisensi dan Optimalisasi



 No
 Uraian
 Kuantitas
 Harga
 Jumlah
 Total
 Ket.







 I
 Penjualan
        840
 10,800
 9,072,000
 9,072,000








 II
 Biaya Operasioan





    1
 Benih 
    10,000
     150
 1,500,000


    2
 Pakan Apung
        300
   1,500
    450,000


    3
 Pakan tenggelam
        500
   1,500
    750,000
 2,700,000








 III
 Biaya Investasi per






 Periode



    400,000


 Total Biaya 



 3,100,000

 IV
 Keuntungan Bersih



 5,972,000








 Keterangan :





    1
 Kenaikan jumlah panen 20 persen



    2
 Kenaikan harga jual 20 persen



    3
 Harga pakan Rp. 1.500 per kg





Dari perhitungan diatas menunjukkan bahwa dengan asumsi kenaikan produksi 20 persen, kenaikan harga 20 persen dan harga pakan ditekan penjadi Rp, 1.500 per kg, maka keuntungan meningkat dari Rp. 1.085.000 menjadi Rp. 5.972.000, naik Rp. 4.887.000 atau 450 persen

Dalam kenyataanya mungkin optimalisasi keuntungan tidak sebesar itu, atau mungkin juga bisa lebih besar dari itu.  Tetapi yang jelas anda yang lebih tahu dalam pelaksanaannya.  Tetapi peluang untuk memperoleh keuntungan terbuka labar

Terima kasih, sukses selalu.

Firdaus Hendrawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan anda memberikan komentar atas artike yang telah anda baca. Terutama saran untuk perbaikan. Terima Kasih