Rabu, 29 September 2010

Keputusan Yang Tepat Untuk Menghindari Piutang Macet

Dalam dunia usaha kita akan menemukan beberapa masalah yang harus dipecahkan dengan mengambil salah satu pilihan.  Pilihan ini seringkali memiliki resiko yang tidak bisa tidak harus kita ambil. Yang terpenting adalah bagamana kita mampu mengambil pilihan yang memberikan manfaat yang besar serta mendapatkan resiko terkecil.

Dalam pengambilan keputusan harus didasari oleh perhitungan yang tepat dan cermat. Untuk itu diperlukan sebuah analisa yang mempertimbangkan berbagai hal yang berhubungan dengan masalah tersebut.

Tidak selamanya keputusan yang diambil akan memberikan keuntungan, adakalanya keputusan diambil hanya untuk memperkecil resiko yang harus ditanggung. Dengan analisa yang tepat dan cermat, apapun keputusan yang diambil, dan apapun resiko yang akan dihadapi, kita akan siap menghadapinya karena kita sudah mengetahui apa yang akan terjadi.

Saya selalu mengatakan betapa pentingnya sebuah analisa, akan tetapi tidak semua orang mempu membuat sebuah analisa. Sering terjadi kita mengambil keputusan yang salah, dan lebih parah lagi ketika mengetahui bahwa keputusan itu salah, diambil keputusan lain yang juga salah.

Contohnya adalah ada seorang teman yang memiliki usaha penjualan pupuk, suatu saat ada pembeli baru yang akan membeli pupuk sebanyak 34 ton (dua truk fuso). Cara pembayarannya adalah, pada saat barang datang sebesar 25 persen, seminggu kemudian 25 persen dan pelunasan sebesar 50 per sebulan setelah barang diterima.

Pada waktu pengiriman truk pertama sebanyak 17 ton, penjual menyodorkan surat kontrak perjanjian dan meminta pembayaran sebanyak 25 persen yang sudah disepakati. Tetapi pembeli tidak mau memberikan pembayaran dan menandatangani perjanjian dengan alasan menunggu pupuk dikirim seluruhnya. Sebenarnya ini sudah menunjukkan gelagat yang kurang baik, dengan analisa kita bisa membaca arah dari pembeli. Alasan yang diberikan tidak masuk akal, Karena  dia hanya  membayar 25 persen dari nilai kontrak, sedangkan barang yang dikirim sebanyak 50 persen.

Seharusnya penjual harus mendesak agar pembeli membayar kewajibannya, apabila tidak, maka barang seharusnya dibawa pulang lagi. Karena  resiko yang diambil hanya rugi ongkos angkut dan ongkos bongkar muat saja.

Tetapi penjual mengambil langkah yang salah yaitu mengirim kembali sisa pupuk sebanyak 17 ton, dengan harapan pembeli mau membayar sesuai dengan kesepakatan. Setelah pupuk dikirim semua, ternyata pembeli tidak mau membayar kewajibannya dengan berbagai alasan. Dia mau membayar apabila dia sudah menjual pupuk tersebut. Dari sini seharunya penjual sudah mempu mengambil kesimpulan bahwa pembeli berniat jahat untuk menipunya. Seharusnya penjual mengambil langkah yang tepat dengan mempertimbangkan resiko  terkecil yang harus diambil.

Bahan pertimbangan yang harus diperhatikan adalah niat pembeli yang sudah kelihatan tidak baik, sehingga janji akan menbayar kalau dia sudah menjual kembali, kemungkinan besar tidak akan ditepati. Sehingga kemungkinan besar pupuk tidak akan terbayar dan penjual akan mengalami kerugian sebesar harga pupuk ditambah dengan ongkos angkut dan bongkar muat.

Nilai pupuk adalah sebesar Rp. 120 juta, ongkos angkut sekali jalan Rp. 3,5 juta dan bongkar muat Rp. 700 ribu. Apabila barang tidak ditarik kembali, maka kerugian sebesar Rp. 124,2 juta. Tetapi apabila barang ditarik kembali, maka kerugian hanya sebesar Rp. 8,4 juta. Langkah yang diambil penjual salah lagi, karena dia membiarkan pupuk ada di gudang pembeli, dengan harapan bahwa pembeli akan membayar pupuk sesuai dengan yang telah dijanjikan.

Kejadian diatas adalah cerminan dari pengambilan keputusan yang salah dan setelah mengetahui keputusan tersebut salah, maka diambil keputusan lain yang juga salah. Kemudian diambil lagi keputasan yang salah juga. Coba kalau keputusan salah pertama diantisipasi dengan keputusan yang benar yaitu dengan menarik kembali barang sebelum diturunkan digudang pembeli, maka penjual hanya akan mengalami kerugian truk sebesar Rp. 3,5 juta ditambah ongkos bongkar muat Rp. 700 ribu. Total kerugian hanya Rp. 4,2 juta.

Kejadian seperti ini sering terjadi, baik menjual barang tetapi tidak menerima pembayarannya, atau sering juga terjadi pembelian dengan menyerahkan uang dulu tetapi tidak menerima barang yang dipesan.

Kejadian tersebut tidak perlu terjadi dan tidak boleh terjadi apabila kita mengetahui langkah yang benar dengan analisa yang tepat.  Ada beberapa langkah yang harus diambil untuk menghindari hal tersebut diatas adalah. Pertama pastikan pembeli adalah pelaku usaha yang bergerak dalam bidang yang sesuai dengan barang yang dibelinya. Jika dia akan membeli pupuk, setidaknya dia adalah pedagang pupuk yang sudah memiliki reputasi yang baik. Atau bisa juga petani yang memiliki kebun atau sawah yang memang memerlukan pupuk tersebut untuk dipergunakan pada lahan garapannya.

Kedua adalah menghitung kapasitas usaha calon pembeli, misalnya kalau pembeli memiliki usaha perdagangan pupuk dengan omset sebanyak 20 ton per bulan, tetapi dia memesan lebih dari itu, maka harus diantisipasi setidaknya kalupun dia jujur, maka pembayaran akan lebih dari satu bulan, apalagi kalau niat dia sudah jahat. Juga bagi petani yang memiliki lahan dengan membutuhkan pupuk hanya 5 ton dan dia memesan 10 ton, ini juga kelihatan bahwa dia memiliki niat yang tidak baik.

Ketiga adalah cari informasi tentang reputasi calon pembeli, baik dari sesama penjual pupuk maupun dari masyarakat yang mengenalnya. Sehingga kita bisa memiliki gambaran yang pasti tetang karakter calon pembeli. Kita jangan terkecoh dengan status sosial atau status keagamaan yang dimiliki colan pembeli. Karena sering terjadi status tersebut dipalsukan untuk mengelabui orang lain.

Langkah Keempat adalah melakukan transaksi dengan aman, caranya adalah calon pembeli mendatangi gudang kita dengan membawa angkutan sendiri (walaupun ongkos angkut kita yang bayar) setelah dia melihat barang yang dijual, maka dia membayar sesuai dengan kesepakatan. Setelah itu baru barang dimuat. Apabila pembeli  betul-betul memerlukan barang dan berniat baik, maka dia tidak akan keberatan untuk melakukan hal diatas.

Apabila pembayaran dengan cara kredit, maka harus ada uang muka, misalnya pembayaran awal 50 persen sisanya dibayar satu bulan kemudian. Yang harus diperhatikan adalah buat perjanjian yang mengatur secara jelas dan tegas, apabila pembayaran tidak dilakukan tepat waktu. Sanksi yang diberikan bisa berupa denda, penyitaan barang yang dijual, penyitaan jaminan, sampai ke pengadilan.

Nilai kredit harus dijamin oleh benda begerak maupun  benda tidak bergerak dengan nilai jaminan harus lebih besar dari nilai kredit atau minimal sama dengan nilai kredit. Dan jangan lupa adalah ada surat kuasa untuk menjual jaminan tersebut jika pembeli mengingkari janji untuk membayar, sehingga kerugian bisa tertutupi.

Apabila langka tersebut dilakukan dengan konsisten, maka kerugian yang terjadi akibat barang tidak terbayar, tidak akan terjadi atau setidaknya resiko kerugian bisa diperkecil. Lebih baik tidak menjual dari pada menjual tetapi tidak menerima pembayaran.

Semoga Sukses

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan anda memberikan komentar atas artike yang telah anda baca. Terutama saran untuk perbaikan. Terima Kasih