Rabu, 29 September 2010

Mampukah Produk Kita Bersaing Dengan Produk China?

Kita mengetahui bahwa produk China telah menyerbu pasar, tidak hanya Indonesia akan tetapi seluruh dunia. Produk China bisa masuk kepasar Internasional karena mampu menjual barang dengan harga yang jauh lebih murah dari produk manapun.

Ketika FTA (Free Trade Agreement) atau perjanjian perdagangan antara Asean dengan China, diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2010. hal ini menjadi kekhawatiran dari produsen dalam negeri untuk bisa bersaing dengan produsen China.

Padahal serangan produk China bukan ketika perjanjian FTA diberlakukan, akan tetapi jauh hari sebelumnya. Mengapa hal ini bisa terjadi? karena menurut perhitungan yang dilakukan oleh deperin, terjadi selisih harga sebesar 30 persen, produk China lebih murah dari produk dalam negeri. Artinya kalau tarif bea masuk sebelum FTA diberlakukan sebesar 5-10 persen, maka produk kita tetap tidak dapat bersaing dengan produk China.

Produsen kita banyak yang mengeluh karena serbuan produk China dan mereka meminta perlindungan dari pemerintah agar FTA tidak diberlakukan ,atau setidaknya ditunda pemberlakuannya. Ada lagi usulan bahwa agar produk kita bisa bersaing, maka harus dilakukan pemberian subsidi atau insentif pada produsen dalam negeri.

Akan tetapi apakah hal tersebut bisa menyelesaikan masalah? Jangan-jangan malah menjadikan masalah semakin besar. Andaikan insentif diberikan, subsidi diberlakukan, ternyata produk dalam negeri masih tidak bisa bersaing dengan produk China. Hal ini akan menimbulkan masalah yang lebih besar.

Lalu, bisakah produk kita  bersaing dengan produk China? Untuk menjawab pertanyaan ini kita tidak hanya melihat dari sisi luarnya saja, apalagi menyikapinya dengan emosional. Akan tetapi coba kita lihat dari sudut pandang yang lebih realistis.

Berabad-abad yang lalu Nabi Muhammad S.A.W. bersabda dalam sebuah Hadist “Belajarlah sampai ke Negeri China”. Hadist tersebut masih relevan sampai dengan sekarang. Kalau kita maknai Hidist tersebut, maka di negeri China terdapat banyak ilmu yang harus kita gali.

Banyak pakar yang mengatakan bahwa produk China bisa bersaing karena biaya tenaga kerja yang murah. Adalagi yang mengatakan bahwa pemerintah China menerapakan subsidi yang besar  untuk melindungi produknya.

Saya akan menggunakan cara pendekatan yang berbeda, dalam menemukan jawaban diatas, yaitu pendekatan dari segi manajemen. Yang jelas menurut saya adalah produk China jauh lebih efisien sehingga mampu menjual dengan harga yang jauh lebih murah.

Pertanyaannya,  mengapa produk China bisa efisien, kalau jawabannya karena biaya tenaga kerja yang lebih murah, saya kurang yakin. Dengan pertumbuhan ekonomi China yang mencapai 10 persen pertahun, maka tingkat inflasi akan tinggi mengakibatkan harga kebutuhan pokok meningkat yang harus diimbangi peningkatan kemampuan membeli. Kemampuan membeli tinggi apabila pendapatan buruh atau karyawan juga tinggi.

Akan tetapi bisa terjadi biaya tenaga kerja per unit lebih murah yang disebabkan oleh tingkat produktifitas tinggi. Sebagai contoh gaji buruh sepatu di China Rp. 2.000.000 per bulan di Indonesia Rp. 1.500.000 per bulan akan tetapi buruh China bisa menghasilkan 1.000 pasang per bulan sedangakan buruh Indonesia hanya menghasilkan 500 pasang per bulan. Artinya biaya tenaga kerja  sepatu di China Rp.2.000 per pasang sedangkan di Indonesia Rp. 3.000 per pasang.

Kalau pemerintah China memberikan subsidi yang besar kepada industri dalam negeri, bisa saja terjadi, akan tetapi darimana uang untuk melakukan subside terhadap jutaan produk yang dihasilkan industri China?. Karena untuk melakukan subsidi tersebut deperlukan dana yang sangat besar, apalagi harus memberikan subsidi sebesar 30 persen.

Menurut saya ada tiga kelebihan produk China yaitu pertama adalah mampu menyediakan bahan baku yang sangat murah. Produsen China banyak mempergunakan bahan baku daur ulang, seperti dari computer bekas, diambil komponen yang masih berguna seperti emas pada IC, timah dan lain-lain. Bahkan ketika terjadai serangan teroris di Amerika pada tahun 2004, besi bekas dari reruntuhan gedung dibeli oleh China.

Yang kedua adalah China mempu mnenyerap teknologi dengan cepat, sebagai contoh adalah produk elektronik, ketika produsen Jepang dan Amerika mengeluarkan produk Blackberry, China membuat produk yang mirip, walaupun fasilitas jauh dibawah produk asli. Akan tetapi mampu memberikan kepuasan kepada konsumen kelas menengah bawah dengan harga yang sangat murah.

Yang ketiga adalah China menguasai hampir seluruh mata rantai perdagangan, sehingga kalau pada salah satu mata rantai tidak memberikan keuntungan, dapat di tutupi dari mata rantai lainnya. Serta memiliki jaringan yang sangat luas diseluruh dunia.

Disamping kelebihan, produk China juga memiliki kelemahan, yaitu pertama kualitas produk rendah, sehingga bagi konsumen yang mengutamakan kualitas, lebih baik membeli produk lain walaupun dengan harga yang lebih mahal.

Yang kedua adalah, produk buatan China kurang memperhatikan factor kesehatan, sehingga banyak produknya yang ditolak oleh Negara lain, sebagai contoh susu sapi yang mengandung melamin, mainan anak-anak yang menggunakan bahan yang berbahaya bagi kesehatan, produk kosmetik yang mengandung mercury, dan permen yang mengandung formalin.

Kelebihan kita memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, dari mulai hasil tambang seperti emas, biji tembaga, timah, batubara, nikel, minyak bumi dan lain-lain. Kita memiliki sumber hutan yang luas yang bisa diambil manfaatnya seperti kayu jati, kayu mahoni, kayu rasamala, kayu ulin rotan dan lain-lain. Kita juga memiliki perkebunan seperti karet, kelapa sawit, kopi, coklat, lada hitam, dan lain-lain.

Ada tiga hal yang menjadi kelemahan kita, yaitu; pertama dalam membuat sebuah produk sangat tidak efisien mulai dari pengadaan bahan baku, biaya proses dan biaya tenaga kerja. Hal ini dimungkinkan karena mata rantai bahan baku yang terlalu panjang, barang yang dihasilkan tidak sesuai dengan kapasitas produksi dan produktifitas tenaga kerja rendah.

Yang kedua adalah tidak mampu mengoptimalkan produk yang dihasilkan, sebagai contoh, kita lebih suka menjual coklat mentah dari pada membuat makanan yang bermutu hasil olahan coklat. Menjual kayu gergajian, padahal kita memiliki bahan baku kayu yang bermutu. Sedangakan dinegara lain dengan kualitas kayu dibawah, bisa diciptakan furniture yang bermutu dengan harga bisa puluhan kali lipat.

Yang ketiga adalah jaringan pemasaran yang terbatas dengan mata rantai yang terlalu panjang sehingga walaupun keuntungan yang diperoleh produsen rendah. Akan tetapi harga sampai dengan konsumen langsung menjadi sangat mahal. Contohnya adalah pengrajin pisau di Kudus menjual pisau terendah seharga Rp. 775 per buah, padahal harga ditingkat konsumen langsung paling rendah adalah Rp. 3.000 per buah.

Kalau pemerintah ingin melakukan upaya agar produk kita bisa bersaing dengan produk China, bukan dengan memberkan insentif berupa pajak atau kemudahan dalam perijinan, karena hal ini hanya akan menguntungkan bagi perusahaan menengah keatas. Atau memberikan kemudahan dalam mengakses peinjaman dari bank, yang justru menurut saya, akan membebani usaha kecil dengan cicilan pokok dan bunga.

Yang harus dilakukan adalah mendekatkan mereka dengan sumber bahan baku, memperkenalkan dan mendidik mereka dengan teknologi dan mendekatkan mereka dengan akses pasar yang lebih efisien.

Kita sudah sering mendengar bahwa pemerintah dalam rangka memajukan UKM telah banyak mengeluarkan kebijakan seperti PNPM, kredit usaha kecil dan lain-lain. Akan tetapi apakah kebijakan tersebut menyentuh apa yang diperlukan oleh UKM sebenarnya? Lalu berapa persen UKM yang sudah mendapatakanya? Sedangkan jumlah UKM mencapai 50 juta. Yang saya tahu hanya sebagian kecil saja, itupun yang memiliki usaha sudah mapan. Sedangkan mayoritas belum tersentuh.

Contohnya adalah pengrajin pisau diatas, kalau bantuan dalam bentuk bahan baku yang bisa datangkan langsung dari Krkatau Steel ke Kudus, saya yakin biaya bahanbaku bisa turun sampai 50 persen. Pengiriman langsung bisa efisien karena bisa memotong banyak mata rantai, andaikan terdapat 3 mata rantai sampai bahan baku diterima pengrajin, dan setiap mata rantai mengambil keuntungan 20 persen dan diperlukan ongkos sebesat 10 persen, maka lihat perhitungan dibawah ini.

No
Mata rantai
Harga
Ongkos
Profit
Harga

Perdagangan
Beli


Jual






1
Agen Utama
1,000
100
200
1,300
2
Agen Cabang
1,300
130
260
1,690
3
Toko
1,690
169
338
2,197
4
Pengrajin
2,197











Apabila harga dari pabrik sebesar Rp. 1.000  maka dengan terdapat 3 mata rantai, harga sampai ke pengrajin sebesar Rp. 2,197 atau naik sebesar Rp. 1.197 atau 120 persen. Tapi apabila dari pabrik langsung dikirim ke pengrajin harga hanya Rp 1.100 saja, yaitu harga pabrik ditambah ongkos kirim artinya penghematan sebesar 49,9 persen atau hampir 50 persen..

Begitupun dengan pemasaran dengan memotong mata rantai pemasaran harga jual akan meningkat ratusan persen dan keuntungan akan meningkat ribuan persen.

Dari uraian saya diatas, maka saya yakin bahwa “Tidak ada alasan produk kita untuk tidak bisa bersaing dengan produk China”

Terima Kasih, Semoga Sukses

Hormat saya,

Firdaus Hendrawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan anda memberikan komentar atas artike yang telah anda baca. Terutama saran untuk perbaikan. Terima Kasih