Dari perhitungan diatas menunjukkan bahwa keuntungan bersih yang diperoleh hanya Rp. 1.060.000 per bulan, dari omset sebesar Rp. 110.160.000 per bulan. Itupun apabila kanvas dilakukan sendiri, kalau menggunakan karyawan keuntungan sangat kecil dan tidak layak dilakukan.
Usaha produksi yang layak diusahakan adalah produk home industri, tetapi yang memiliki pasar yang tetap dan memiliki segmen pasar yang luas. Seperti diantaranya adalah sapu ijuk buatan tangan, pisau dapur, suku cadang sepeda motor yang terbuat dari karet (seperti injakan kaki, pegangan tangan, tromol), pakaian, kerajinan tangan dan lain-lain.
Produk home industri memiliki selisih harga yang sangat tinggi dari harga jual pengrajin sampai ke konsumen akhir. Contohnya harga sapu ijuk yang dijual dipasar Rp. 5.000 sampai 7.500, dari pengepul hanya Rp. 2.000. Harga pisau dapur yang dijual di pasar Rp. 3.000, dari pengrajin hanya Rp. 15.500 per kodi (Rp. 775 per biji), harga karet pijakan sepeda motor yang dijual ke konsumen Rp. 5.000 per biji, dari pengrajin hanya Rp. 750 sampai Rp. 1.000.
Yang harus diperhatikan dalam usaha penjualan home industri adalah harus memotong mata rantai perdagangan, caranya adalah membeli langsung dari pengrajin dan menjual langsung ke konsumen (end User) atau setidaknya dijual ke toko pengecer. Sehingga mata rantai yang ditempuh sangat pendek.
Disamping margin yang tinggi, memotong mata rantai dapat menghemat ongkos angkut yang nilainya sangat tinggi yang dibebankan kepada harga jual produk. Sebagai penjualan pisau dapur, untuk sampai ke konsumen akhir, rata-rata melalui empat matar rantai, setiap mata rantai mengambil keuntungan dan membebankan ongkos angkut.
Untuk mencapai keuntungan yang maksimal, pengadaan barang harus dalam jumlah tertentu, karena akan menghemat ongkos angkut. Contohnya adalah apabila ongkos truk sebesar Rp. 1.500.000 dengan kapasitas 5.000 unit, maka biaya per unitnya sebesar Rp. 300, apabila truk hanya diisi dengan 2.500 unit,maka biaya per unitnya sebesar Rp. 600, atau 200 persen lebih tinggi. Akan tetapi pada tahap awal, pasar belum terbentuk, jangan terlalu memaksakan untuk membeli dalam jumlah besar, karena jika penjualan lambat konsekwensinya adalah perputaran uang terhambat pada stok barang, dan diperlukan tempat penyimpanan yang lebih luas serta resiko barang rusak karena terlalu lama tersimpan.
Untuk mengoptimalkan keuntungan, maka usaha perdagangan tidak hanya dalam satu barang saja, tetapi bisa dalam beberapa barang dalam jenis yang sama. Seperti alat rumah tangga, yang awalnya hanya menjual sapu ijuk, ditambah dengan pisau, panci, wajan, teko dan lain-lain. sehingga keuntungan akan menjadi besar, karena dari setiap barang yang dijual mendapatkan keuntungan.
Mengemas Produk Curah
Saya masih teringat awal tahun 80-an ada pabrik yang bergerak dalam pengemasan terasi. Pabrik tersebut bermula daru usaha rumahan yang membeli terasi dari pasar, kemudian dipotong-potong menjadi ukuran kecil, kemudian dibakar dan dikemasa dalam plastik kecil memanjang. Terasi yang sudah matang dimasukkan kemudian plastik dirapatkan dengan cara dibakar menggunakan lilin kemudian dalam plastik yang sama dimasukkan terasi berikutnya kemudian dirapatkan lagi menggunakan lilin. Begitu seterusnya sampai dalam satu renceng berisi sepuluh biji terasi matang.
Terasi yang sudah dikemas tersebut dijual ke warung-warung, dan ternyata sangat laku, karena bagi ibu-ibu yang akan membuat sambal tidak perlu lagi membeli terasi mentah, kemudian membakarnya, cukup dengan membeli satu renceng (berisi 10 buah) terasi untuk membuat sambal sebanyak 10 kali.
Sebelumnya pabrik tersebut ditertawakan orang, karena pada waktu itu dianggap tidak lazim, tetapi ternyata minat konsumen yang begitu besar, dari usaha rumahan dalam waktu yang singkat menjelma menjadi pabrik dengan jumlah karyawan ratusan orang.
Keuntungan yang diperoleh sangat besar, karena dari pembelian terasi dipasar setelah matang dan dikemas harganya lebih dari tiga kali lipat. Apalagi setelah usahanya berkembang, tidak lagi membeli terasi mentah dari pasar, tetapi sekarang telah memiliki pabrik terasi sendiri dan memiliki tambak udang khusus untuk memasok kebutuhan bahan baku terasi.
Beberapa puluh tahun kemudian usaha ini ditiru oleh beberapa perusahaan besar, malahan terasi yang sebelumnya barang yang tidak berharga sekarang masuk dalam iklan televisi dengan menghabiskan biaya iklan sampai miliaran rupiah.
Banyak perusahaan yang menerapkan konsep yang sama untuk pengemasan produknya. Contohnya adalah kemasan kue, yang sebelumnya dikemas dalam kaleng seperti kue wafer, sekarang dikemas satuan dengan harga jual antara Rp. 500 rupiah sampai dengan Rp. 1.000 per biji. Kalau kemasan kaleng berisi 100 biji dengan harga jual Rp. 30.000 belum termasuk kaleng. Maka dengan kemasan bijian menjadi Rp. 50.000. artinya terdapat penambahan keuntungan sebesar Rp. 20.000. (Baca Selanjutnya ……)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan anda memberikan komentar atas artike yang telah anda baca. Terutama saran untuk perbaikan. Terima Kasih