Data Historis adalah catatan-catatan atas kejadian yang sudah berlalu yang direkam dalam sebuah media berupa buku catatan atau file komputer.
Data histories bisa berisikan data teknis data keungan atau kejadian yang dapat berpengaruh terhadap perjalanan sebuah perusahaan. Data keuangan terdiri dari Laporan Laba Rugi, Nercaca dan catatan atas Laporan Laba Rugi dan Neraca. Data teknis berupa data penjualan, data pembelian, data produksi, data piutang, dan lain-lain.
Dalam menjalankan usaha, sering pengelola usaha mengabaikan data histories, hal ini bisa terjadi karena menganggap bahwa data histories tidak terlalu penting. Atau bisa juga karena pengelola tidak pernah melakukan pencatatan data histories. Sehingga data histories tidak dapat menunjang dalam kebijakan yang akan diambil pengelola dimasa yang akan datang.
Data histories akan sangat berarti dan sangat bermanfaat sebagai penunjang dalam pengelolaan usaha dimasa yang akan datang, apabila data histories dibuat berdasarkan kejadian yang sesungguhnya, diproses dengan benar dan dianalisa dengan tepat.
Merangkai data histories menjadi formula bisa dilakukan dari mulai yang sederhana seperti data histories penggunaan bahan baku kue basah yang dapat dijadikan formula pembuatan kue basah. Data histories penggunaan bahan bangunan untuk dijadikan formula pencampuran bahan bangunan.
Untuk lebih jelasnya, saya akan memberkan contoh pada perusahaan yang bergerak dalam bidang penggemukan sapi potong (fatening), pemotongan dan produksi daging sapi (Slaugter House) dan pemasaran daging sapi prime cut. Keuntungan usaha tersebut sangat tergantung kepada kamampuan manajemen dalam menghitung harga pokok produksi. Menghitung harga pokok daging sapi yang dijual tidaklah mudah, Perlu diketahui bahwa harga daging dengan standar pemotongan kelas menengah keatas (tujuan pasar Hotel dan restoran besar) yang sering disebut prime cut, sangat berbeda jenis daging yang satu dengan jenis daging lainnya.
Apabila harga daging di pasar tradisional Rp. 60.000 per kg. maka daging prime cut berkisar antara Rp. 35.000 sampai dengan Rp. 150.000. Dari seekor sapi dibagi menjadi beberpa items ( bagian) dintaranya adalah tenderloin, sirloin, chuck, chuck tender, rib, blade, rib eye, ox tail, dan lain-lain. Banyaknya jenis tergantung dari standard yang dipergunakan, misalnya standar pemotongan Jepang berbeda dengan standard pemotongan Australia.
Data histories yang saya maksudkan adalah catatan tentang hasil produksi daging yang dihasilkan dari setiap pemotongan. Contohnya adalah ketika saya menjadi konsultan di perusahaan slugter house, perusahaan memotong sapi rata-rata 60 ekor per hari. Setiap sapi yang dipotong dicatat berat hidupnya, kemudian setelah dipotong dipisahkan bagian badan dari kepala, kaki dan jerohan (usus, hati, babat, jantung, limpa, dan lain-lain) yang tersisa adalah daging dan tulang (carcass) carcass, masing-masing sapi yang dipotong ditimbang sehingga mendapatkan prosesntasi hasil carcass. Hasil prosentasi karkas antara 45 persen sampai dengan 65 persen, tergantung dari jenis sapi, berat hidup sapi, kesehatan sapi dan lain-lain.
Dari karkas dipisahkan lagi menjadi beberapa jenis daging yang sudah saya uraikan diatas prosesnya disebut deboning (lepas tulang). Masing-masing jenis daging di packing dengan menggunakan alat dan platik khusus yang kedap udara (cryopac bag) kemudian di timbang dan dibekukan dalam suhu minus 40 derajat Celcius. Hasil produksi dicatat termasuk tulang yang dihasilkan.
Dari hasil timbangan produksi, kemudian dibuat formula dengan membuat hasil timbangan masing-masing item menjadi prosentasi. Contohnya adalah berat tenderloin yang dihasilkan dari berat hidup sapi 600 kg adalah sebanyak 7 kg atau 1,17 persen. Untuk masing-masing sapi yang dipotong, prosentasi hasil tenderloin mungkin berbeda-bada. Tetapi prosentasi diambil berdasarkan rata-rata dari ratusan bahkan ribuan sapi yang dipotong (semakin banyak sample yang dipakai, semakin akurat formula yang dibuat).
Dengan program sederhana, sample dapat dibuat formula yang sangat berguna untuk menetukan harga pokok penjualan masing-masing item daging. Harga pokok mempertimbangkan harga beli sapi hidup, biaya pemotongan, biaya deboning, biaya pembekuan, biaya penyimpanan, biaya pemasaran. Untuk menentukan harga jual ditambahkan dengan prosentase keuntungan yang diharapkan. Sehingga pada akhirnya ditemukan harga jual minimal untuk masing-masing items daging.
Formula dibuat tidak hanya satu, tetapi beberapa jenis sesuai dengan kebutuhan. Misalnya untuk pemotongan sapi dengan kondisi sebagai berikut :
- Sapi Brahman Cross Berat hidup rata-rata 400-500 kg
- Sapi Brahman Cross Berat hidup rata-rata 500-550 kg
- Sapi Brahman Cross Berat hidup rata-rata 550-600 kg
- Sapi Brahman Cross Berat hidup rata-rata 600 kg keatas.
Juga untuk jenis sapi lainnya seperti Shorthorn, Simental, Lamosin dan lain-lain.
Kegunaan formula tentu sangat besar peranannya dalam memaksimalkan keuntungan perusahaan, karena formula dapat memberikan gambaran tentang sesuatu yang abstrak menjadi riil dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam dunia usaha banyak contoh yang mengharuskan dibuat formula dari catatan data histories untuk menentukan harga pokok penjualan dan harga jual barang yang diproduksi. Terutama dalam usaha yang memiliki ketidak pastian dalam menentukan hasil produksi. Seperti pabrik gula yang sangat tergantung dari hasil rata-rata randemen gula. Peternakan sapi perah yang sangat tergantung pada hasil produksi susu. Dan lain-lain.
yang penting adalah catat setiap data teknis yang ada pada perusahaan yang anda kelola saat ini, karena data tersebut akan berguna pada masa yang akan datang. Terima kasih, semoga sukses
Hormat saya,
Firdaus Hendrawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan anda memberikan komentar atas artike yang telah anda baca. Terutama saran untuk perbaikan. Terima Kasih