Rabu, 29 September 2010

Membaca Potensi Lingkungan

Malam hari pada umumnya dipergunakan untuk beristirahat setelah seharian beraktivitas. Akan tetapi tidak sedikit orang yang beraktivitas dimalam hari. Seperti aparat keamanan, pekerja surat kabar, pekerja pabrik yang mempekerjakan karyawannya dalam 3 sip, mungkin juga penulis yang biasa menulis di malam hari.

Atau pada saat tertentu, kita sulit memejamkan mata, karena perut kosong, sedangakan di dapur tidak ada makanan.

Kalau dilihat sepintas, kondisi tersebut seperti rutinitas biasa, akan tetapi kalau kita sikapi dengan seksama hal ini merupakan peluang usaha yang cukup menjanjikan. Dengan membuka  usaha makanan untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Pada awal tahun 1993, pertama kali saya menginjakkan kaki di kota Kediri, jam 1 pagi, teman mengajak saya untuk makan disebuah tempat. Saya bertanya, mana ada tepat makan pada jam 1 pagi?.  Tetapi ketika sampai ke tempat yang dituju, saya baru percaya bahwa pada malam hari di sebuah jalan di kota Kediri terdapat keramaian. Sepanjang jalan Dhoho di kiri kanan terdapat puluhan penjual makanan dan minuman.

Pengunjung yang datang ratusan orang, bahkan pada hari libur dan cuaca cerah bisa mencapai ribuan orang. Pengunjung yang datang tidak memandang kelas, dari mulai yang bermobil sampai dengan pejalan kaki.  Makanan yang disediakan sangat sederhana yaitu nasi pecel dan nasi tupang dilengkapi dengan lauk pauk, ada ayam goreng, tahu, tempe telor, gorengan dan lain-lain. Sedangkan minumannya, teh, kopi,  wedang jahe, es kelapa muda dan es campur.

Pengunjung yang datang tidak hanya ingin menikmati makanan, akan tetapi kebanyakan adalah menikmati suasana keramaian di malam hari. Hal ini bisa dilihat, banyak pengunjung hanya minum kopi sambil ngobrol dengan temannya.

Cara penyajian makanan juga sangat sederhana, nasi disimpan diatas daun pisang kemudian dicapurkan pecel atau tumpang sesuai dengan permintaan kemudian diberi gorengan dan untuk lauk pauknya, pengunjung bisa mengambil sendiri. Harganyapun sangat terjangkau, kurang dari Rp. 10.000 per porsi.  Omset penjualan per hari dari semua pedagang bisa mencapai puluhan juta rupiah, ini memberikan penghasilan yang cukup besar bagi pedagang yang rata-rata usaha kecil. 

Kegiatan ini dimulai pada jam 9.00 malam setelah toko tutup dan berakhir pada jam 4.00 pagi. Tempat yang digunakan untuk berjualan adalah emperan toko yang sudah tutup, dan digelar tikar, tanpa ada tenda atau bangku. Pengunjung duduk diatas alas tikar. Sehingga tidak memerlukan biaya besar.

Apabila di kota kecil seperti Kediri saja usaha penjualan makanan di malam hari bisa berkembang, saya kira akan sangat memungkinkan dilakukan di kota lain. Kalau kita analisa, modal yang dibutuhkan sangat kecil dengan pendapatan yang diperoleh cukup besar. Akan tetapi diperlukan koordinasi yang baik dengan pihak lain, karena kalau kita ingin memulai usaha ini, akan melibatkan banyak pihak.

Langkah yang harus dilakukan adalah, pertama memilih tempat pertokoan di tempat keramaian yang memiliki emper yang cukup lebar. Lokasinya harus memiliki akses yang mudah dijangkau dari berbagai tujuan serta memiliki jalan yang lebah, sehingga memudahkan parkir kendaraan.

Kedua adalah koordinasi dengan tokoh masyarakat setempat untuk meminta ijin penggunaan lahan emper toko yang akan dijadikan tempat berjualan. Yang paling penting adalah melibatkan masyarakat setempat dalam usaha ini, terutama sebagai tenagga keamanan dan pengelola parkir kendaraan.

Ketiga adalah bersama-sama dengan tokoh masyarakat untuk mendatangi toko yang akan dipergunakan empernya untuk berjualan. Sampaikan kepada mereka bahwa dengan dibukanya tempat makan, maka toko akan terjamin keamanannya, dan pengelola akan menjamin kebersihan setelah kegiatan selesai, dan pada saat toko buka lagi di pagi hari emper  toko dan sekitarnya sudah bersih.

Keempat adalah pemilihan jenis makanan, jenis makanan yang dijual tidak perlu banyak, akan tetapi harus disesuaikan dengan selera konsumen dan masakan tersebut diupayakan makan khas daerah setempat. Misalnya coto makasar di Ujungpandang, Soto Bandung, ikan bakar dan lain-lain. Serta sediakan minuman yang hangat, misalnya kopi panas, teh panas, wedang jahe, bandrek, bajigur dan lain-lain.

Pola usaha, sebaiknya usaha ini melibatkan banyak orang untuk dijadikan  pedagang, terutama dari lingkungan sekitar. Hal ini banyak manfaatnya terutama dapat membuka lapangan pekerjaan dan dengan melibatkan masyarakat setempat dapat memberikan rasa aman dalam berusaha, karena tidak ada kecemburuan sosial.

Peranan pengelola adalah menydiakan makanan yang akan dijual oleh semua pedagang yang ada, makanan sebaiknya memiliki jenis yang sama untuk semua pedagang. Tujuannya adalah agar tidak terjadi penumpukan konsumen pada pedagang tertentu yang menjual makanan yang disukai konsumen. Karena masakan yang dijual sama, maka konsumen hanya memilih tempat yang kosong. Keuntungan lainnya adalah dengan jenis masakan lebih sedikit, maka pembuatan makanan lebih terkontrol, sehingga tidak akan terjadi masakan tertentu tidak terjual dan mengakibatkan kerugian.

Cara bagi hasil dengan pedagang adalah makanan yang terjual diberikan prosentase keuntungan tertentu, misalnya 20 persen keuntungan pedagang dari makanan terjual.  Apabila satu pedagang kehabisan makanan tertentu, bisa diambilkan dari pedagang lain yang memiliki persediaan masih banyak.

Pola ini, akan menguntungkan kepada semua pihak, bagi pengelola akan mudah dalam melakukan pengontrolan, sedangkan bagi pedagang, tidak memiliki beban karena apabila dagangan tidak laku, maka dia tidak akan mengalami kerugian. Karana sisa dagangan dikembalikan kepada pengelola.

Untuk menarik pedagang dan agar mereka loyal terhadap pengelola, saya anjurkan agar selama mereka berjualan diberikan asuransi kematian. Mungkin ini akan memberikan ketengan dan rasa dihargai dan diperhatikan oleh pengelola sehingga mereka bisa loyal. Premi asuransi yang dibayarkan bisa disisihkan dari keuntungan. Jumlah premi yang harus dibayarkan sangat kecil, sebagai contoh untuk tanggungan kematian Rp. 10.000.000, preminya hanya kurang lebih Rp. 3.000 per bulan.

Disamping itu saya kira akan lebih baik apabila kita juga memperhatikan masyarakat sekitar, karena manfaatnya tidak hanya dirasakan di dunia saja, akan tetapi sebagai bekal kelak di akhirat. Misalnya dengan menyisihkan keuntungan untuk pedagang dan orang yang terlibat dalam usaha ini. Tunjangan yang diberikan diantaranya adalah biaya sekolah, tunjangan sakit dan tunjangan hari raya. Walaupun dana yang diberikan cukup besar, akan tetapi apabila disisihkan tiap hari tidak akan terasa.

Investasi dan modal kerja usaha ini tidak besar, yang diperlukan adalah peralatan memasak, wadah tempat berjualan, perlengkapan makan dan minum, alat angkut dari tempat masak ke tempat berjualan (jarak dekat bisa dengan gerobak dorong) dan tikar sebagai alas bagi konsumen dan pedagang. Kalau hitungan saya, jumlah keseluruhan tidak lebih dari Rp. 10 juta.

Apabila omset penjualan per hari Rp. 10 juta, dengan prosentasi keuntungan sebesar 20 persen, maka keuntungan yang diperoleh sebesar Rp. 2 juta per hari atau Rp. 60 juta per bulan. Akan tetapi ini bisa didapat apabila usaha sudah berjalan baik, mungkin pada awal berjalan tidak rugi saja sudah baik, sambil evaluasi kelemahan yang terjadi dan segera perbaiki.

Dalam pelaksanaannya mungkin tidak sesuai dengan pola yang saya terangkan diatas, karena situasi dan kondisi lingkungan yang berbeda. Akan tetapi setidaknya dapat memberikan secara umum kepada anda yang ingin memulai usaha tersebut.

Harapan saya, suatu saat, ketika saya berkunjung ke suatu daerah, disana sudah berdiri usaha yang menjual makan malam hari yang akan memberikan kesan tersendiri bagi pengunjung terutama yang datang dari luar daerah. Selamat berkarya, semoga sukses.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan anda memberikan komentar atas artike yang telah anda baca. Terutama saran untuk perbaikan. Terima Kasih